Selasa, 13 September 2016

Kementerian Agama Menghapus Keterangan Islam Di Belakanag Gelar Akademik

Kementerian Agama (Kemenag) baru-baru ini mengeluarkan aturan mengenai gelar akademik. Di dalam peraturan terbarunya yang tertuang dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 33 Tahun 2016, Kemenag menghapus keterangan Islam atau biasa disingkat I di dalam gelar akademik. Aturan ini berlaku untuk seluruh kampus di bawah naungan Kemenag dan tidak berlaku surut.

Sebagaimana kami lansir dari Media Nasional Jawa Post, bahwa Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag Kamaruddin Amin membenarkan, ketentuan baru soal gelar akademik itu.

Di antara gelar yang mengalami prubahan adalah untuk lulusan sarjana di fakultas atau jurusan tarbiyah. Contohnya sarjana program studi (prodi) Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Bahasa Arab sebelumnya bergelar S.Pd.I (sarjana pendidikan Islam) kemudian diganti menjadi S.Pd. Perubahan lainnya adalah untuk lulusan Komunikasi dan Penyiaran Islam gelarnya berubah dari S.Kom.I menjadi S.Sos (sarjana sosial).

Dirjen Pendis juga menuturkan bahwa perubahan gelar akademik dengan menghapus keterangan Islam (I) supaya lebih fleksibel. Artinya dengan gelar yang baru ini ketika ingin mendaftar pekerjaan di mana-mana supaya sama dengan lulusan kampus lain.

Meskipun begitu Dirjen Pendis mengatakan kompetensi atau kekhususan keislamannya tetap dijelaskan di lembar surat keterangan pendamping ijazah (SKPI). Contohnya di dalam SKPI sarjana Pendidikan Agama Islam (PAI) akan tertulis lulusannya memiliki kompetensi pendidikan Islam. Begipula untuk lulusan lain seperti Jusnalistik Islam, Hukum Tatanegara Islam, dan Hukum Pidana Islam.

Rektor IAIN Jember Babun Suharto menyambut baik perubahan penamaan gelar akademik di kampus Kemenag. "Dengan begitu tidak ada lagi perbedaan antara lulusan kampus umum dengan agama", jelasnya.

Dia juga berharap Kemenag mengubah nama jurusan atau prodi yang menggunakan istilah bahasa Arab. Seperti Muamalah, Jinayah, dan Akhwal Syahsiyah. Menurutnya Ahkwal Syahsiyah bisa diganti dengan hukum keluarga. "Bisa mudah dikenal masyarakat dan lebih eye-cathicng", kata guru besar bidang ilmu manajemen itu.

Demikian info mengenai Kementerian Agama Menghapus Keterangan Islam Di Belakanag Gelar Akademik, bagi yang belum lulus bersiaplah mendapat gelar yang sama dengan lulusan umum dan bagi yang telah lulus berbanggalah karena kedepan tidak lagi ada tambahan Islam (I) dibelakang gelar sehingga hanya anda yang memilikinya.

*disadur dari berbagai sumber. (alud/riung)

Minggu, 11 September 2016

Petunjuk Teknis (Juknis) Bantuan Pembangunan Perpustakaan Madrasah (MI, MTs, Dan MA) Tahun 2016

Perpustakaan sebagaimana yang termaktub dalam undang-undang nomor 43 tahun 2007 diartikan sebagai wahana belajar sepanjang hayat mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokretis, serta bertangungjawab dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan nasional.
 Sementara  itu  dalam Peraturan Pemerintah  Nomor 24 tahun 2014  perpustakaan sekolah/madrasah adalah perpustakaan  yang merupakan bagian integral dari kegiatan pembelajaran dan berfungsi sebagai pusat sumber belajar untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan yang berkedudukan di sekolah/madrasah.

Tujuan pendirian perpustakaan untuk menciptakan masyarakat terpelajar dan terdidik, terbiasa membaca, berbudaya tinggi serta mendorong terciptanya pendidikan sepanjang hayat (long life education). Mengingat pentingnya keberadaan perpustakaan dalam membentuk karakter bangsa, maka pembangunan perpustakaan di institusi pendidikan menjadi sebuah keharusan.

Direktorat Pendidikan Madrasah membuat Bantuan Pembangunan Perpustakaan madrasah mulai dari tingkat Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah. Agar dalam pelaksanaan Bantuan  Pembangunan Perpustakaan untuk Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah ini dapat berjalan dengan baik sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku dan mendukung peningkatan mutu madrasah maka perlu dibuat petuntuk teknis yang menjadi guide line dalam pelaksanaan bantuan ini.

Dengan adanya Petunjuk Teknis ini  diharapkan dapat menjadi  acuan bagi pemegang kebijakan pada  Direktorat Pendidikan Madrasah,  Kanwil Kementerian Agama Provinsi, Kankemenag Kabupaten/Kota dan  kelompok kepentingan (stakeholder)  Madrasah dalam proses pembangunan  perpustakaan madrasah  yang berlangsung pada Tahun Anggaran 2016.


Jumat, 09 September 2016

Lintas Sejarah Madrasah



Kata 'Madrasah' berasal dari bahasa Arab yang berarti tempat atau wahana untuk mengenyam pendidikan. Madrasah di Indonesia merupakan hasil perkembangan modern pendidikan pesantren yang secara historis, eksis jauh sebelum Belanda menjajah Indonesia. Lembaga pendidikan Islam yang pertama ada adalah perantren. Pesantren mendidik para santrinya untuk mendalami ilmu agama. Ketika pemerintah Belanda memerlukan tenaga terampil untuk membantu administrasi pemerintah jajahan di Indonesia, maka diperkenalkanlah jenis pendidikan yang berorientasi pada pekerjaan.


Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, kebutuhan akan tenaga terdidik dan terampil untuk menangani administrasi pemerintahan sangat mendesak. Untuk itu pemerintah memperluas pendidikan model Barat yang dikenal dengan sekolah umum, sedangkan umat Islam santri berkeinginan untuk mempermodern lembaga pendidikan mereka dengan mendirikan madrasah. Madrasah menganut sistem pendidikan formal (dengan kurikulum nasional, pemberian pelajaran dan ujian yang terjadwal, bangku dan papan tulis seperti umumnya sekolah model Barat).

Penambahan mata pelajaran umum di madrasah ini tidak berjalan seketika, melainkan terjadi secara berangsur-angsur. Pada awalnya, kurikulum madrasah masih 100% berisi pelajaran agama, tetapi sudah mengadopsi sistem pendidikan modern seperti bangku, papan tulis, ulangan, ujian. Lulusan madrasah saat itu tidak bisa melanjutkan pelajarannya ke sekolah umum yang lebih tinggi. Orangtua yang ingin mendidik anaknya dalam ilmu agama dan ilmu umum terpaksa harus menyekolahkan anaknya di dua tempat, sekolah umum dan madrasah.

Dengan diterbitkannya surat keputusan bersama tiga menteri (Menag, Mendikbud, dan Mendagri) tahun 1975 yang menetapkan bahwa lulusan madrasah dianggap setara dengan lulusan sekolah umum, lulusan madrasah dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah umum yang lebih tinggi, dan siswa madrasah boleh pindah ke sekolah umum yang sama jenjangnya. Demikian pula sebaliknya.

Kompensasi dari kesetaraan itu adalah bahwa 70% dari kurikulum madrasah harus berisi mata pelajaran umum. Bahkan, berdasarkan kurikulum madrasah 1994, kurikulum madrasah harus memuat 100% kurikulum sekolah umum. Sehingga madrasah dikategorikan sebagai Sekolah Umum yang Berciri Islam. Meskipun kurikulum 1994 telah diperbaharui dengan orientasi kepada target hasil belajar, dan bukan pada proses pembelajarannya, sehingga guru diberi wewenang untuk berimprovisasi dengan kurikulum yang sudah disusun, mengatur alokasi waktu pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, menentukan metode, penilaian, dan sarana pembelajaran.

Dengan dimasukkannya madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional, maka ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah umum yang setingkat, lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas, dan siswa madrasah dapat pindah ke sekolah umum yang setingkat, maka madrasah sebetulnya dapat dijadikan sebagai pendidikan-tujuan (baca: bukan alternatif) dalam menjawab persoalan dan kebutuhan masyarakat di Indonesia.

Undang-undang SISDIKNAS tahun 2003 semakin mempertegas posisi dan kedudukan madrasah yang setara dengan sekolah umum lainnya. Oleh karenannya masyarakat ataupun pemerintah tidak boleh lagi mendikotomikan antara sekolah umum dengan sekolah agama, karena materi dan kebijakan-kebijakan yang biasanya melekat pada lembaga pendidikan umum seperti, UAN, KBK dan KTSP juga berlaku bagi Madrasah dan kini juga Kurikulum 2013.

*dari berbagai sumber....(alud/riung)

Kebangkitan Madrasah, Madrasah Lebih Baik



Kebangkitan Nasional ditandai dengan berdirinya organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908. Melalui Boedi Oetomo inilah pendidikan Indonesia bangkit. Spirit inilah yang harus terus dibangkitkan dalam setiap kali memperingati hari Kebangkitan Nasional.

Kebangkitan adalah semangat untuk menjadi lebih baik dalam menyongsong masa depan yang lebih baik pula. Dalam sejarah pendidikan Indonesia—madrasah, sebagai institusi pendidikan yang tua, setelah pesantren, di bawah naungan Kementerian Agama—baru ‘berasa’ mendapatkan pengakuan dari pemerintah setelah dimasukkan dalam UU Sisdiknas 2003.

Bahkan, setelah itupun, dalam kenyataannya perlakuan tidak samapun masih menimpa madrasah. Contoh yang masih hangat di ingatan adalah ‘dibegalnya’ siswa-siswa MI Kalirejo, Kecamatan Ungaran Timur, MI Al Bidayah, Desa Candi, Bandungan, dan MI Wonokasihan, Desa/Kecamatan Jambu (Suara Merdeka, 11/03/15) untuk melaju OSN (Olimpiade Sains Nasional) ke tingkat Provinsi. Alhamdulillah-nya, protes keras atas kasus ini, membuka pikiran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan untuk mengumumkan bahwa OSN dibuka untuk semua siswa (Suara Merdeka, 12/3/15).

Masuknya madrasah di dalam UU Sisdiknas 2003 memberikan angin segar bagi pengembangan dan bangkitnya madrasah. Dari tahun ke tahun, citra madrasah mulai membaik. Inilah yang diungkapkan oleh Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin (LHS), ketika berbincang dengan penulis, setelah acara pembukaan Perkemahan Pramuka Madrasah Nasional (PPMN) I di Lapangan Tembah Akmil Magelang (12/05/15).

LHS mengungkapkan bahwa PPMN I harus menjadi momentum kebangkitan madrasah. Menurutnya, indikator-indakator kebangkitan madrasah yang nyata adalah pertama, mulai membaiknya citra madrasah di publik. Kini, banyak orangtua yang mempercayakan pendidikan anak-anaknya di madrasah. Akhirnya, madrasah-madrasah (baik yang negeri maupun swasta) kini menolak calon peserta didik karena terbatasnya daya tampun ruang kelas.

Kedua, capaian-capaian prestasi akademik maupun non akademik siswa-siswi madrasah, tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga internasional. Tahun ini tercatat ribuan siswa-siswi madrasah Aliyah telah diterima di Perguruan Tinggi Negeri ternama, seperti UI, UGM, UNY, ITB, IPB, ITS dan UNDIP. Sebelum tahun 2000-an, sudah mendapatkan kenyataan yang seperti ini. Untuk non akademik misalnya, Bahana Swara Marching Band Madrasah Salafiyah menyebet juara untuk beberapa kategori dalam Kejuaraan Nasional Hamengku Buwono Cup 2015 (Suara Merdeka, 19/05/15). Dan masih banyak lagi deretan daftar prestasi akademik dan non akademik siswa-siswi madrasah tingkat nasional maupun internasional.

Modal Kebangkitan Madrasah

Kenyataan-kenyataan tersebut menjadi alasan yang kuat bagi LHS untuk mengajak masyarakat madrasah bangkit, bangkit untuk menjadi “madrasah lebih baik#lebih baik madrasah” sebagaimana motto yang sering didengungkan selama ini. Madrasah sudah memiliki modal yang kuat untuk bangkit. Modal sejarah, bahwa madrasah adalah akar pendidikan Indonesia yang sudah banyak berkontribusi pembangunan karakter bangsa dan negara. Modal sejarah itulah yang kemudian membangkitkan modal semangat untuk berprestasi dan belajar.

Penulis pernah berkunjung ke MI Wonokasihan, Desa/Kecamatan Jambu yang salah satu siswanya bernama M. Bahrul Alam, yang terganjal ikut OSN tingkat Provinsi, namun Juara I OSN bidang IPA Tingkat Kabupaten Semarang. Di sana kondisi madrasahnya jauh dari standar nasional—untuk mengatakan masih memprihatinkan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kondisi yang terbatas, semangat belajar dan berprestasi siswa-siswi madrasah tidak bisa dibendung lagi.

Program Kebangkitan Madrasah

Modal untuk bangkit sudah dikantongi madrasah. Pertanyaan berikutnya adalah melalui program apa kebangkitan tersebut adakan diwujudkan? Sejauh diskusi yang pernah penulis lakukan di berbagai pertemuan dengan berbagi stakeholder madrasah ada dua program penting yang mendesak harus segera dilakukan untuk kebangkitan madrasah.

Pertama, kebangkitan kualitas guru. Memang diakui bahwa banyak diskusi tentang mutu pendidikan selalu berpusat pada input sistem, seperti infrastruktur, rasio murid-guru, dan sebagai. Namun dalam beberapa tahun terakhir, perhatian telah bergeser kepada proses pendidikan. Nah, proses pendidikan yang baik akan menghasilkan anak didik yang baik. Untuk menjadi proses pendidikan yang baik, harus dicetak guru-guru yang baik pula.

Mckindsay (2007) mengatakan bahwa The quality of an education system cannot exceed the quality of its teachers (kualitas sistem pendidikan tidak akan melampaui kualitas guru-gurunya). Ini artinya, untuk membangkitkan kualitas madrasah, maka membangkitkan kualitas guru adalah sebuah keniscayaan. Guru yang baik akan memberikan impact yang luas bagi outcomes siswa-siswi.

Kedua, selama ini persoalan penting yang dihadapi madrasah adalah keterbatasan dana. Dana pemerintah yang disalurkan melalui Kementerian Agama untuk lebih dari 75 ribu madrasah di Indonesia masih jauh panggang dari api—untuk mengatakan tidak cukup. Oleh sebab itu, diperlukan aksi-aksi untuk menyakinkan kepada DPR, BAPPENAS dan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan agar anggaran pendidikan untuk madrasah disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Sebab harus diakui, madrasah telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi pencerdasan bangsa. Bagaimana mungkin hal ini tidak didukung dengan memberikan anggaran dana pendidikan yang layak?

Kiranya dua hal tersebut menjadi langkah awal yang penting bagi kebangkitan madrasah, sebagaimana yang diungkapkan LHS. Semoga.

*Disadur dari website kemenag. (alud/riung)

Madrasah Borong 27 Medali Pada Ajang OSN 2016 Palembang



Olimpiade Sains Nasional (OSN) tahun 2016 di Palembang sudah selesai. Sejumlah siswa telah mengukir prestasi, termasuk siswa madrasah yang berhasil membawa pulang 27 medali.

Pengumuman peraih medali berlangsung sangat meriah di Palembang Sport Convention Center (PSCC), Palembang, Jumat (20/5), bersamaan dengan upacara penutupan. Atas prestasi ini,  Direktur Pendidikan Madrasah M. Nur Kholis Setiawan menyampaikan apresiasi dan selamat atas prestasi siswa madrasah.

“Selamat atas prestasi yang telah diraih. Kalian telah membuktikan dakwah untuk madrasah diarena OSN. Mudah-mudahan torehan prestasi tersebut menambah semangat dan geliat siswa madrasah yang belum berprestasi dalam ajang OSN untuk senantiasa berprestasi dalam semua bidang,” kata M. Nur Kholis.

Berikut daftar siswa madrasah peraih medali pada ajang OSN 2016:  Untuk tingkat SD/MI, MIN 1 Malang meraih medali Perunggu bidang IPA. Untuk Tingkat SMP/MTs pada bidang IPA, MTs 1 Malang dan MTs Khusnul Khotimah Jatim, masing-masing berhasil meraih medali perunggu.

Sementara, pada tingkat SMA/MA, 4 medali perunggu diraih oleh MAN IC Serpong, yaitu: bidang Matematika (Muhammad Rifqi Zein), Kimia (Abdullah Muqoddam), Biologi (Ihsan Fauzan), Ekonomi (Muhammad Raihan Ramadhan). MAN IC Gorontalo meraih 5 medali perunggu, pada bidang Kimia (Izzy Granary), Biologi (Fitri Aulia Rachman), Astronomi (Mocahmmad Ilham Zamzami), dan dua medali bidang Kebumian (Azrie Ezziat Putera Muhammad dan Ana Nurul Hidayati).

Empat medali perunggu lainnya diperoleh siswa MAN 3 Malang, pada bidang Astronomi (Helmy Yoga Prakoso), Informatika/komputer (Muhammad Refindo Azhar), Geografi (Ahmad Islahudin Daliputra), dan Geografi (Moch. Sholehuddin Usni Alfaridz). Tidak mau ketinggalan, satu medali perunggu disumbangkan oleh MAN IC Jambi pada bidang Kebumian atas nama Muhammad Syamsul A.

Selain itu, siswa madrasah juga berhasil meraih 8 medali perak, yakni:  satu medali bidang Fisika diraih M Tamamul Furdaus (MAN IC Serpong),  dua medali bidang Kimia diraih M Naufal Najib Sanjaya dan Adiba Nur Asri (MAN 3 Malang), satu medali bidang Kebumian diraih Agni Shalha Ali (MAN 3 Malang), satu medali bidang Astronomi atas nama Rizqi Aldila Umas (MAN 3 Malang), bidang Ekonomi diraih Dwiki Darmawan (MAN 1 Jogja), serta dua medali bidang Geografi masing-masing diraih Almira Janissa Nerayani (MAN 4 Jakarta) dan Atika Shobrina (MAN IC Gorontalo).

Dua medali emas diraih oleh Najib Kaffin (MAN IC Gorontalo) dan Ahmad Sirojul Millah (MAN IC Serpong) pada bidang Astronomi .

OSN Palembang berlangsung sejak Senin (16/05) lalu. Melalui Vi-Con, Mendikbud Anies Baswedan yang tidak dapat hadir dalam penutupan  berharap pengalaman selama 4 – 5 hari selama mengikuti OSN dapat menjadi pembelajaran sehingga semua siswa yang telah saling berinteraksi dapat mengambil pelajaran dan refleksi bersama.

“Ambil hikmah dari semuanya, lalu bagikan pengalaman ini pada teman-teman, lingkungan, keluarga, adik-adik kelas, hingga mereka mengucapkan ingin seperti anda,” kata Anies.

“Dari Palembang kita kirimkan semangat untuk membangun ilmiah. “Kita akan bersama OSN 2017 di Pekanbaru,” tutupnya.

Maju Terus MADRASAH . . . .

(alud/riung)